-->

Notification

×

Iklan

Iklan Display

Aksi Siswa Bongkar Skandal Korupsi Dana BOS Rp1,2 Miliar di MTsN 10 Pesisir Selatan

Senin, 10 November 2025 | November 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-10T00:27:33Z
Tiga tersangka kasus korupsi dana BOS MTsN 10 Pesisir Selatan resmi ditahan Cabjari Pesisir Selatan untuk proses hukum lebih lanjut.

Painan, MP----- Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh kabar memalukan. Bukan tentang prestasi gemilang atau inovasi pembelajaran, melainkan dugaan penyelewengan dana yang sejatinya diperuntukkan bagi masa depan anak bangsa.

Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Pesisir Selatan resmi menahan tiga tersangka kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di MTsN 10 Pesisir Selatan, dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,2 miliar.


Ketiga tersangka yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah Burhanudin (60), Kepala Sekolah periode Juni 2017–Juni 2024, Syafril (56), Bendahara sekolah periode Juli 2016–2024, serta Dedi Erita (60), pihak rekanan penyedia barang dan jasa.

Mereka diduga bekerja sama menyalahgunakan dana BOS serta dana operasional dan pemeliharaan sekolah secara sistematis selama enam tahun berturut-turut.


“Ketiganya kini telah kami tahan di Rutan Painan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Langkah ini dilakukan agar mereka tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” ungkap Kepala Cabjari Pesisir Selatan, Rova Yufirsta, Jumat (7/11).


Menurut Rova, perbuatan para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Aksi Siswa Jadi Titik Balik


Ironisnya, kasus ini mencuat ke publik bukan karena laporan internal atau hasil audit rutin, melainkan berawal dari aksi damai ratusan siswa MTsN 10 Pesisir Selatan pada tahun 2024.

Para siswa turun ke halaman sekolah menuntut transparansi pengelolaan dana BOS dan operasional sekolah. Aksi yang semula dianggap “kenakalan remaja” itu justru menjadi titik balik terungkapnya praktik kotor di balik dinding madrasah negeri tersebut.


“Dari aksi itulah kami mulai menelusuri laporan masyarakat dan menemukan sejumlah kejanggalan dalam penggunaan anggaran sekolah,” ujar Rova.


Hasil penyelidikan membongkar adanya kegiatan fiktif, mark up harga barang, serta laporan keuangan manipulatif pada periode 2018–2024. Beberapa pengadaan barang diduga hanya tercatat di atas kertas tanpa pernah sampai ke sekolah, sementara sejumlah kegiatan pembinaan guru dan siswa tidak pernah terlaksana meski anggarannya telah dicairkan.


Audit BPKP: Lubang Rp1,2 Miliar


Kecurigaan itu diperkuat oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Barat, yang menemukan kerugian negara mencapai Rp1.215.291.730.


Angka tersebut menjadi potret buram bagaimana uang rakyat yang seharusnya untuk meningkatkan mutu pendidikan justru beralih menjadi pundi-pundi pribadi segelintir orang. “Penyimpangan pengelolaan anggaran ditemukan hampir di setiap tahun anggaran, dengan modus yang berulang dan terstruktur,” ujar sumber internal penyidik yang enggan disebut namanya.


Rova menegaskan, penyidik masih menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk pejabat pembina teknis maupun pengawas madrasah yang mungkin ikut menikmati hasil korupsi tersebut.


Segera Disidangkan di Tipikor Padang


Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Mhd. Rasyid, menyebut berkas perkara kini tengah disempurnakan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang. “Tim penyidik terus melengkapi berkas agar dalam waktu dekat kasus ini bisa segera disidangkan,” ujarnya, Sabtu (8/11).


Apabila terbukti bersalah, para tersangka terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.


Dana BOS: Antara Harapan dan Pengkhianatan


Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Dana BOS yang setiap tahunnya digelontorkan pemerintah demi menjamin akses pendidikan yang merata, justru dijadikan alat memperkaya diri oleh oknum bermental tikus berdasi.


Masyarakat Pesisir Selatan kini berharap proses hukum berjalan transparan dan tanpa tebang pilih. “Sangat menyedihkan. Uang yang seharusnya buat anak-anak kami belajar malah diselewengkan,” keluh seorang wali murid dengan nada kecewa.


Lebih dari sekadar kehilangan uang negara, kasus ini menandai hilangnya kepercayaan terhadap lembaga pendidikan, yang sejatinya menjadi tempat menanamkan nilai kejujuran dan moralitas bagi generasi penerus bangsa. (Red)

×
Berita Terbaru Update