-->

Notification

×

Iklan

Iklan Display

Minim Respons, Kadis Perpustakaan Padang Dikritik DPRD

Rabu, 26 November 2025 | November 26, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-26T06:54:15Z
Foto atas : Gedung Perpustakaan Umum Daerah Kota Padang yang baru. Kanan Bawah : Helmi Moesim. AY. SIP, Ketua Komisi 3 DPRD Padang, dr. Feri Mulyani Hamid, M. BIOMED, Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang 

Padang, MP----- Akses informasi mengenai proses pengadaan barang yang dibiayai APBD Kota Padang di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang kembali menimbulkan sorotan. Upaya Media Momen Pembaruan untuk memperoleh konfirmasi terkait paket pengadaan di gedung perpustakaan baru Youth Center Bagindo Aziz Chan justru menghadapi hambatan baik dari pihak vendor maupun dari Kepala Dinas, dr. Feri Mulyani Hamid, M.Biomed.


Vendor pelaksana pekerjaan menolak memberikan keterangan dengan dalih bahwa kegiatan tersebut bersifat “privat”, meski seluruh pembiayaan bersumber dari APBD. Padahal, menurut regulasi, setiap kegiatan yang menggunakan uang negara merupakan kategori informasi publik yang wajib disampaikan. 


“Untuk informasi pekerjaan silakan ke Kepala Dinas. Kami hanya bekerja sesuai kontrak dan RAB. Itu ranah privat,” ujar Adit, perwakilan PT Shasta Adi Jaya.


Di sisi lain, saat media mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinas pada Senin (24/11), pesan WhatsApp maupun panggilan telepon tidak direspons. Salah satu staf menyebut Feri sedang bertugas luar ke Pariaman. Keesokan harinya (25/11), Feri akhirnya dapat ditemui setelah media berkoordinasi dengan Sekretaris Dinas. Feri menjelaskan bahwa padatnya agenda kerja menyebabkan dirinya tidak sempat membaca pesan.


“Kemarin ke Pariaman, pagi tadi ke Balai Kota menghadiri asesmen dari BKN,” ujarnya singkat.


Sikap tersebut menuai perhatian Ketua Komisi III DPRD Kota Padang. Ia menilai setiap kepala OPD harus siap menghadapi kritik publik, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran daerah. 


“Kalau tidak siap dikritik, untuk apa jadi Kepala Dinas? Risiko jabatan itu pasti ada,” tegasnya.


Dalam konteks regulasi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menegaskan bahwa badan publik wajib membuka informasi terkait perencanaan, pelaksanaan, dan laporan penggunaan APBD. Informasi tersebut termasuk ke dalam kategori informasi yang wajib tersedia setiap saat, sebagaimana dimuat dalam Pasal 11 dan Pasal 13.


Penolakan vendor serta minimnya respons dari pejabat terkait dapat dianggap bertentangan dengan prinsip dasar keterbukaan informasi.


Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Andalas, Dr. H. Rinaldi, SH, MH, menilai bahwa alasan “privat” dalam kegiatan APBD tidak memiliki dasar hukum. 


“Tidak ada istilah pekerjaan APBD sebagai wilayah privat. Begitu uang negara dipergunakan, seluruh prosesnya menjadi informasi publik. Badan publik wajib transparan, dan keterlambatan penyampaian informasi bisa mengarah pada pelanggaran UU KIP,” jelasnya.


Rinaldi menegaskan bahwa Pasal 52 UU KIP juga memberikan ancaman sanksi bagi pejabat publik yang sengaja menutup - nutupi informasi yang seharusnya dapat diakses masyarakat.


Transparansi informasi bukan sekadar keharusan moral, tetapi mekanisme pengawasan penting untuk memastikan keuangan daerah dikelola secara akuntabel. Sikap tertutup atau lambat merespons permintaan informasi dapat menimbulkan tanda tanya publik mengenai tata kelola anggaran.


Sementara itu, Pengamat kebijakan publik Sumatera Barat, Yanuar M. Rizki, menilai bahwa penyampaian informasi secara cepat dan terbuka justru dapat memperkuat legitimasi OPD di mata masyarakat.


“Jangan anggap konfirmasi media sebagai gangguan. Itu bagian dari mekanisme kontrol demokrasi. OPD yang terbuka akan lebih dipercaya, dan itu modal penting untuk menjaga citra pemerintahan,” ujarnya.


Yanuar menambahkan bahwa vendor yang bekerja dalam lingkup APBD juga wajib mengikuti prinsip transparansi karena mereka merupakan bagian dari rantai pengadaan barang dan jasa pemerintah.


Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap penggunaan APBD harus dapat diawasi, diakses, dan dipertanggungjawabkan. Pemerintah Kota Padang perlu memastikan seluruh OPD, termasuk Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, mematuhi amanat UU KIP dan meningkatkan kualitas layanan informasi publik. Keterbukaan bukan hanya bentuk ketaatan hukum, tetapi juga pondasi untuk membangun pemerintahan yang dipercaya masyarakat.


Jika dibutuhkan, DPRD dan Komisi Informasi dapat mengambil langkah pengawasan untuk memastikan keterbukaan berjalan sesuai aturan. Transparansi adalah hak publik dan kewajiban setiap pejabat negara. 

(Red-mp)

×
Berita Terbaru Update