-->

Notification

×

Iklan

Iklan Display

Gubernur Sumbar : Penyimpangan Sosial Tak Bisa Ditoleransi, Penjara Mentawai Disiapkan

Kamis, 18 Desember 2025 | Desember 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-18T10:21:48Z
Mahyeldi Ansharullah 
Gubernur Sumbar 

Padang, MP----- Wacana pembangunan penjara khusus di Kepulauan Mentawai kembali mencuat dan memantik perdebatan luas. Gagasan tegas itu dilontarkan Gubernur Sumatera Barat menyusul terbongkarnya kasus dugaan perbuatan asusila yang melibatkan oknum guru SMA berinisial S (58) dengan mantan murid prianya, LVSZ (18), di toilet sebuah masjid di Kota Padang.


Kasus tersebut bukan sekadar perkara hukum, melainkan tamparan keras bagi dunia pendidikan dan nilai moral masyarakat. Pemerintah Provinsi menilai, peristiwa ini menjadi alarm bahwa penanganan perilaku menyimpang harus dilakukan serius, tegas, dan sistematis.


“Ini tidak bisa dianggap ringan. Inspektorat Provinsi Sumatera Barat sedang bekerja. Apalagi ini menyangkut mantan muridnya sendiri,” tegas gubernur kepada wartawan.


Kronologi Penggerebekan


Peristiwa terjadi Senin, 15 Desember 2025, sekitar pukul 10.45 WIB, di kamar mandi sebuah masjid di Kelurahan Teluk Kabung Utara, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. Kecurigaan warga dan pengurus masjid terhadap dua pria yang lama berada di dalam toilet berujung penggerebekan.


Keduanya, S (58), ASN guru SMA aktif, dan LVSZ (18), mantan murid diamankan untuk mencegah amukan massa. Kapolsek Bungus Teluk Kabung, AKP Syamsurijal, membenarkan kejadian tersebut.


“Benar, kedua orang itu diamankan oleh pengurus masjid dan warga. Identitasnya satu ASN guru berinisial S (58) dan satu mantan pelajar berinisial LVSZ (18),” ujarnya.


Dari lokasi, petugas menyita dua unit ponsel dan satu sepeda motor sebagai barang bukti. Selanjutnya, kedua pria diserahkan ke Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang untuk diproses sesuai ketentuan.


Wacana Penjara Pulau Mentawai


Menanggapi kasus ini, gubernur kembali mengemukakan gagasan lama: penjara di wilayah kepulauan, khususnya Mentawai, untuk mengisolasi pelaku penyimpangan.


“Pernah saya usulkan kepada Kanwil Pemasyarakatan dan juga berbincang dengan bupati, bahwa Mentawai perlu dirancang penjara di suatu pulau. Harapannya, pelaku-pelaku penyimpangan atau pelanggaran lainnya bisa terisolasi di satu tempat,” ungkapnya.


Ia menilai, perilaku menyimpang memiliki potensi menular bila tak ditangani tegas dan konsisten. Enam bulan sebelumnya, ia juga telah menginstruksikan Dinas Pendidikan Sumatera Barat untuk melakukan seleksi ketat tenaga pendidik.


“Sekolah adalah tempat pembentukan karakter, bukan tempat lahirnya penyimpangan,” tegasnya.


Sikap Keras Disdik Sumbar


Sementara itu, Habibul Fuadi menyatakan tidak ada kompromi. Pemeriksaan internal telah berjalan, dan proses pemberhentian sebagai ASN serta tenaga pendidik tengah diproses. Oknum guru tersebut sudah tidak lagi mengajar.


“Ini menyangkut marwah guru, martabat sekolah, dan kepercayaan orang tua. Jika terbukti bersalah secara hukum, sanksinya disiplin berat berupa pemberhentian,” tegasnya.


Disdik Sumbar mengimbau masyarakat tetap tenang dan mempercayakan penanganan kepada aparat. “Kami pastikan tidak ada upaya melindungi pelaku,” pungkas Habibul.


Sorotan Publik dan Debat Nasional


Kasus ini kini menjadi sorotan luas di Sumatera Barat. Selain memperkuat tuntutan pengawasan ketat terhadap pendidik, wacana penjara khusus di Mentawai diprediksi akan memantik perdebatan nasional terkait pendekatan hukum, HAM, dan kebijakan sosial di Indonesia.

(hms.sb/mp)

×
Berita Terbaru Update