Notification

×

Iklan

Iklan

Izin Amdal Masih Di Proses, PT SPS Belum Boleh Beroperasi di Hutan Pulau Sipora !

Rabu, 25 Juni 2025 | Juni 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-25T08:05:07Z
Tasliatul Fuaddi, S.Hut. MH, Kadis LH Provinsi Sumatera Barat 

Padang, MP----- Terkait dengan penolakan masyarakat terhadap PT SPS (Sumatera Power Sejahtera) yang akan beroperasi dikawasan hutan seluas 20 hektar di Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, menurut informasi dari nara sumber dilingkungan Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat, menyebutkan bahwa PT SPS sampai hari ini belum beroperasi. Karena izin PT SPS belum lengkap, sehingga izinnya masih dalam proses, terutama yang berkaitan dengan izin Amdal.


" Soal izin yang berkaitan dengan kehutanan, itu dikeluarkan di Jakarta oleh Kementerian Kehutanan, kami di Propinsi hanya mengetahui, " sebutnya sembari meminta wartawan tidak menuliskan namanya. 


" Sekarang izin amdal PT SPS sedang di proses oleh DLH Sumbar, mungkin sebaiknya ditanyakan kesana, " timpalnya.


Terkait hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Barat, Tasliatul Fuaddi, S.Hut. MH, yang dihubungi wartawan membenarkan soal adanya penolakan dari masyarakat di Pulau Sipora tersebut, dimana secara resmi telah disampaikan kepada DLH Provinsi Sumbar. 


" Yang menyampaikan penolakan secara resmi kepada kami itu adalah koalisi masyarakat sipil terdiri dari LSM, Forma (Forum Mahasiswa Mentawai) yang intinya mereka menolak, " kata Fuaddi.


Sembari bercerita, Fuaddi menjelaskan, untuk izin HPH atau PBPH PT SPS di Pulau Sipora sudah berproses sekitar tahun 2017 lalu. " Dalam permohonannya, mereka minta rekomendasi ke Gubernur Sumbar yang diteruskan ke Dinas Kehutanan dan DMPTSP. Dan Gubernur sebelumnya juga telah memberikan rekomendasi ke Menteri, " kata Fuaddi menguraikan perjalan proses perizinan yang dilakukan oleh PT SPS.


Kemudian, kata Fuaddi melanjutkan, upaya PT SPS dalam melengkapi persyaratan berproses terus. " Mereka mengulang lagi permohonan ke BKPM Pusat melalui OSS, kemudian disetujui PBPH dengan luas lebih kurang 20 ribu hektare, dengan kewajiban diantara nya membuat koordinat oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan oleh BPKH Medan, " jelasnya. 


" Kewajiban kedua, menyusun Amdal, yang ada di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk pengesahannya. Jadi mereka mengajukan permohonan saat itu masih namanya Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dalam kewajiban itu ada keharusan menyusun pertek - pertek seperti pertek emisi, limbah, limbah domestik dan itu sudah disetujui juga oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan, berupa kerangka acuan Amdal, " jelasnya lagi.


Kemudian ditengah jalan, sekitar bulan Januari tahun 2025, ada penugasan dari Menteri Lingkungan Hidup untuk melaksanakan penilaian dan pembahasan dokumen AMDAL ke daerah. " Jadi menteri menugaskan kewenangan nya ke Dinas LH Propinsi, oleh dasar itu kami melakukan telaah, kemudian menyampaikan ke perusahaan bahwa permohonan yang ada di aplikasi amdalnet untuk melengkapi beberapa persyaratan administrasi. 


" Karena sudah lengkap, kami lakukanlah yang namanya pembahasan Amdal di komisi Amdal daerah. Dalam rapat inilah kami menampung masukan - masukan secara teknis dari tim komisi Amdal yang melibatkan perwakilan masyarakat desa yaitu para kepala desa, tokoh masyarakat dan pemilik Ulayat di Pulau Sipora, " paparnya sembari menyebutkan bahwa sampai sekarang itu prosesnya masih dalam tahap pengkajian dokumen AMDAL.


Terkait dengan adanya penolakan - penolakan dari koalisi masyarakat sipil, dan juga terkait adanya terjadi bencana banjir tanggal 9 sampai 10 Juni yang lalu di Pulau Sipora. " Itu sedang kami teliti lebih lanjut, sedang kami terima informasi - informasi, kami telaah lebih lanjut, jadi belum ada keputusan, itu masih tahap pembahasan di internal dan mencari informasi - informasi lebih lengkap juga dengan kementerian karena ini juga ada menyangkut mengenai pulau pulau kecil, " ulasnya. 


Menyangkut dengan pulau - pulau kecil ini, Kementerian Kehutanan meminta surat penjelasan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang disampaikan bahwa pulau - pulau kecil yang harus dilakukan pemanfaatan secara hati - hati yakni pemanfaatan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. 


Karena terkait dengan statusnya kawasan hutan produksi, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan menegaskan bahwa itu sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan. " Itulah jawaban dari Kementerian KKP, ada surat - menyurat nya antara Kementerian Kehutanan dengan KKP, maka nya keluarlah persetujuan dari Kementerian Kehutanan terkait HPH itu sendiri, " ungkapnya.


" Kami sudah turun kelapangan, dilapangan PT SPS belum beroperasi apa - apa, jadi salah itu apa yang dikeluarkan di media, seolah - olah PT SPS sudah beroperasi yang ditampilkan itu foto - foto kayu, foto Lokon, foto - foto kayu diatas ponton, itu bukan punya milik PT SPS, " kata Fuaddi menegaskan bahwa mereka masih menyelesaikan perizinan Amdal.


Dugaan foto - foto yang ditampilkan oleh kawan - kawan koalisi masyarakat sipil adalah foto - foto peta yang juga tidak tahu darimana sumbernya. " Tapi kalau di Pulau Sipora ada pemanfaatan kayu pada hutan hak, PHT namanya, kalau PHT Dinas Kehutanan yang lebih tahu, " ujarnya.


Fuaddi menegaskan kembali, bahwa sampai hari ini PT SPS masih dalam pengurusan izin Amdal. " Seandainya Amdal nya ditolak, tidak jadi. Amdal nya disetujui, itu kami memberikan rekomendasi ke Menteri, kewenangan yang mensahkan atau menyetujui Amdal nya ada di Menteri, " bebernya.


Selagi izin Amdal belum selesai, perusahaan PT SPS belum boleh beroperasi. " Izin Amdal ini masih jauh. Kalau seandai sudah disetujui oleh pusat, ada lagi yang namanya penetapan working area, setelah itu ada perintah pembayaran IHPH (Iuran Hak Pengusahaan Hutan), setelah dilengkapi semua syarat - syarat nya itu, barulah nanti menteri akan mengeluarkan izin, jadi masih panjang lagi proses nya, " tuturnya.


Diharapkan kepada masyarakat mengawal ini dilapangan, sampai kan informasi yang benar kepada pemerintah agar dilakukan upaya dan langkah hukum.  (Rj/mp)

×
Berita Terbaru Update