Notification

×

Iklan

Iklan

JAM-Pidum Menyetujui 9 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penggelapan dalam Jabatan di Jayapura

Selasa, 15 Juli 2025 | Juli 15, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-15T10:16:32Z

Jakarta, MP----- Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 9 (sembilan) permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (Keadilan Restoratif) pada Selasa, 15 Juli 2025.

Salah satu perkara yang disetujui berasal dari Kejaksaan Negeri Jayapura terhadap Tersangka Totti Pade Putra, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan, dengan ancaman pidana maksimal 5 (lima) tahun penjara.

Perkara ini bermula ketika Tersangka Totti Pade Putra yang merupakan karyawan PT Percaya Prima Pangan yang diangkat sebagai Leader Outlet Prime Fried Chicken Dok 5 berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu No. 24/PKWT HRGA – PFC/I/2025 tanggal 20 Januari 2025. Dalam kapasitas tersebut, Tersangka memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan outlet.

Pada tanggal 26 April 2025, Tersangka menerima informasi dari orang tuanya di Kalimantan yang membutuhkan biaya pengobatan. Kemudian, pada 1 Mei 2025 sekitar pukul 21.00 WIT, Tersangka menerima uang hasil omzet dan pesanan dari rekan kerjanya, saksi Dion, sejumlah Rp4.500.000, namun uang tersebut tidak disetorkan ke perusahaan, melainkan dikirimkan kepada orang tuanya untuk kebutuhan pengobatan.

Kembali pada 4 Mei 2025, Tersangka mendapat permintaan serupa dari orang tuanya. Pada 6 Mei 2025, Tersangka kembali mengambil uang dari dalam laci outlet senilai Rp3.777.000, uang tukaran di laci kasir sebesar Rp180.000, serta uang peti kas outlet sebesar Rp500.000. Seluruh jumlah tersebut juga dikirimkan kepada keluarganya di Kalimantan.

Akibat dari perbuatan tersebut, perusahaan PT Percaya Prima Pangan mengalami kerugian sebesar Rp8.957.000 berdasarkan hasil audit internal perusahaan tertuang dalam Surat No. 560/PPP-Auconting & Finance-PFC/Internal/V/2025 tanggal 7 Mei 2025.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura Stanley Yos Bukara, S.H., Kasi Pidum Takkas Marudut, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Roberto Sohilait, S.H. menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian yang berlangsung pada 8 Juli 2025, Tersangka mengakui perbuatannya dan menyatakan penyesalan, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya baik terhadap korban maupun masyarakat. Korban menerima permintaan maaf Tersangka dengan syarat Tersangka mengembalikan uang yang digelapkan senilai Rp8.957.000. Kedua belah pihak kemudian sepakat untuk berdamai. Permohonan penghentian penuntutan ini disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Hendrizal Husin, S.H., M.H. dan disahkan pada ekspose virtual oleh JAM-Pidum.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 8 (delapan) perkara lainnya, yaitu:

Tersangka Anggelus Bosco De Deus alias Fangki dari Kejaksaan Negeri Belu, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Akrim alias Akim dari Kejaksaan Negeri Parigi Moutong, yang disangka melanggar Pasal 374 tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Andri Viratno Mantindo alias Papa Deslan dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tantang Penganiayaan.

Tersangka Andry Permadi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Revavili Saputra alias Acong dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Singgih Andi Prayoga dari Kejaksaan Negeri Musi Rawas, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Ramlan bin Ramli dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat, yang disangka melanggar 

Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Dedi Fakhrizal bin Zafrullah dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (puspenkum)

×
Berita Terbaru Update