-->

Notification

×

Iklan

Iklan Display

Putusan Bersejarah! MK Tegaskan Jaksa Kini Bisa Ditangkap Tanpa Izin Jaksa Agung

Sabtu, 18 Oktober 2025 | Oktober 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-18T04:52:04Z

Langkah ini hapus budaya “kebal hukum” di tubuh kejaksaan


Jakarta, MP----- Mahkamah Konstitusi (MK) menorehkan sejarah besar dalam penegakan hukum Indonesia. Dalam putusan perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025, MK resmi mengabulkan uji materi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021, dan menyatakan bahwa jaksa kini dapat ditangkap tanpa perlu izin dari Jaksa Agung.


Langkah tegas ini sekaligus menghapus budaya “kebal hukum” yang selama ini melekat di institusi kejaksaan.


Dalam sidang putusan di ruang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025), Hakim Konstitusi Arsul Sani menegaskan bahwa semua aparat penegak hukum, termasuk jaksa, harus diperlakukan sama di hadapan hukum.


“Perlindungan hukum bagi aparat penegak hukum seharusnya diperlakukan sama guna menciptakan prinsip persamaan di hadapan hukum, termasuk terhadap jaksa,” tegas Arsul.


Ia menambahkan, prinsip equality before the law tidak mengenal pembedaan antara warga negara dan aparat penegak hukum. Siapa pun yang melakukan tindak pidana harus dapat diproses secara adil tanpa memandang jabatan.


Pasal Istimewa Jaksa Direvisi: Tak Ada Lagi Tameng Izin Jaksa Agung


MK secara tegas mengubah bunyi Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. Kini, seorang jaksa dapat ditangkap tanpa izin Jaksa Agung apabila:


1. Tertangkap tangan (OTT) melakukan tindak pidana, atau


2. Diduga kuat melakukan kejahatan berat, seperti tindak pidana korupsi, kejahatan yang diancam hukuman mati, atau kejahatan terhadap keamanan negara.


Dengan demikian, MK menutup celah impunitas yang selama ini menjadi tameng perlindungan bagi oknum jaksa nakal.


“Penegak hukum yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetap dapat dilakukan penindakan tanpa dibeda-bedakan,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.


Kewenangan Jaksa Agung Dipangkas


MK juga membatalkan Pasal 35 ayat (1) huruf e UU Kejaksaan, yang sebelumnya memberi wewenang Jaksa Agung memberikan pertimbangan teknis kepada Mahkamah Agung dalam perkara koneksitas.


Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 karena membuka peluang intervensi terhadap kekuasaan kehakiman. Dengan pembatalan ini, kewenangan Jaksa Agung resmi dipangkas demi menjaga independensi lembaga peradilan.


Gugatan dari Aktivis: Lawan Hak Istimewa Jaksa


Perkara ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh Agus Setiawan, Sulaiman, dan organisasi masyarakat Perhimpunan Pemuda Madani. Mereka menilai sejumlah pasal dalam UU Kejaksaan memberikan hak impunitas kepada jaksa untuk menghindari jerat hukum.


“Pasal itu seperti tameng sakti, membuat jaksa sulit disentuh hukum meski melakukan pelanggaran pidana,” ujar salah satu pemohon usai sidang.


Menurut para pemohon, pemberian kewenangan istimewa kepada Jaksa Agung untuk mengatur proses hukum terhadap bawahannya justru menimbulkan konflik kepentingan dan membuka potensi penyalahgunaan kekuasaan.


Era Baru Penegakan Hukum Tanpa Privilege


Putusan MK ini menjadi angin segar bagi masyarakat dan sekaligus tamparan keras bagi aparat yang selama ini berlindung di balik seragam dan jabatan.


Kini, jaksa sebagai aparat penegak hukum tidak lagi kebal hukum. Siapa pun yang bermain-main dengan hukum, termasuk jaksa sendiri, bisa dijerat tanpa izin siapa pun.


Langkah Mahkamah Konstitusi ini menjadi simbol kebangkitan supremasi hukum di Indonesia:

tidak ada lagi “raja kecil” di tubuh penegak hukum.


“Semua sama di mata hukum, baik rakyat biasa maupun pejabat negara,” pungkas Arsul Sani menutup putusan bersejarah itu.  (Rj/*)

×
Berita Terbaru Update