-->

Notification

×

Iklan

Iklan Display

Komisi VI DPR: Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh Langgar Akuntabilitas Keuangan Negara

Sabtu, 01 November 2025 | November 01, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-01T00:42:55Z
Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan proyek Kereta Cepat Whoosh tetap dapat diperiksa penegak hukum meski berstatus B2B, karena mayoritas sahamnya dimiliki BUMN.

Jakarta, MP----- Dugaan mark up atau penggelembungan biaya dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB/Whoosh) memicu perhatian serius DPR RI. Komisi VI menegaskan, jika terbukti, praktik tersebut merupakan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas keuangan negara.


Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyatakan, proyek strategis nasional yang melibatkan dana besar dari BUMN tidak boleh dibiarkan diwarnai pelanggaran hukum atau manipulasi biaya.


“Kalaupun di awal proyek ada upaya mark up, ada yang menabrak aturan hukum, itu jelas tidak sesuai dengan akuntabilitas keuangan negara maupun korporasi BUMN,” tegas Herman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (31/10/2025).


Herman menegaskan, meski proyek Whoosh diklaim menggunakan skema business to business (B2B), penegak hukum seperti KPK dan BPK tetap memiliki kewenangan memeriksa. Sebab, 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dikuasai konsorsium BUMN PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang diketuai PT Kereta Api Indonesia (KAI).


“KCIC tidak bisa berlindung di balik istilah B2B. Dengan 60 persen saham dimiliki BUMN, proyek ini tunduk pada hukum Indonesia,” ujarnya.


Proyek Whoosh bernilai 7,27 miliar Dolar AS atau sekitar Rp118,37 triliun, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar Dolar AS. Nilai tersebut dinilai janggal oleh sejumlah pengamat.


Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut, biaya proyek KCJB jauh di atas standar internasional.


“China membangun kereta cepat hanya butuh 17 hingga 30 juta Dolar AS per km. Indonesia sampai 41,96 juta Dolar per km. Ini kemahalan sekitar 2,7 miliar Dolar AS,” ungkap Anthony.


Sebagai perbandingan, proyek Shanghai–Hangzhou sepanjang 154 km dengan kecepatan 350 km/jam hanya menelan 22,93 juta Dolar AS per km.


Selain dugaan mark up, kondisi keuangan KCIC juga mengkhawatirkan. Konsorsium PSBI mencatat kerugian Rp4,195 triliun pada 2024, dan kembali rugi Rp1,625 triliun pada semester I-2025, akibat beban utang dan bunga tinggi ke Tiongkok.


KPK dikabarkan telah memulai penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh sejak awal 2025, menelusuri indikasi penyimpangan dalam proses perencanaan hingga pembiayaan proyek berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut. (*)

×
Berita Terbaru Update