Penulis:Obral Chaniago
Diamati, peristiwa banjir dan longsor baru saja berlalu diakhir Bulan Nopember, menyebabkan tiga Provinsi Sumut, Sumbar, dan Aceh terdampak bencana alam maha dahsyat, menyisakan tanda tanya sebab dan akibat. Kayu gelondongan diberondong banjir dan longsor hanyut sampai ketepian pantai dan sungai jadi sorotan publik.
![]() |
| Tumpukan gelondongan kayu yang terbawa banjir bandang, telah melumat permukiman penduduk |
Kenapa demikian, inilah "pangka bala" (penyebab)nya, tumpukan kayu gelondongan menggunung di pinggir pantai dan sungai.
![]() |
| Perkampungan yang hancur diterjang banjir serta gelondongan kayu yang hanyut |
Intip, dan cermati aturan ini, tentang Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) atau Surat Angkutan Kayu Rakyat (SAKR) adalah dokumen resmi yang diberlakukan untuk mengangkut kayu hasil hutan hak/rakyat.
Dokumen ini menjadi bukti legalitas asal kayu dan dikeluarkan oleh Kepala desa atau pejabat berwenang.
Penerbitan dokumen ini mengacu pada peraturan menteri kehutanan yang mengatur tata usaha hasil hutan dari hutan hak, dan kini nama dokumennya mungkin bervariasi tergantung peraturan terbaru, seperti SAKR.
Aturan utama mengenai SKAU/SAKR, tujuan untuk membuktikan legalitas kayu yang diangkut dari hutan hak atau hutan rakyat. Dasar pengeluaran, bukti hak kepemilikan lahan, seperti sertifikat atau bukti penguasaan lain yang syah, diterbitkan oleh pejabat berwenang, seperti Kepala desa atau Wali Nagari di Sumatera Barat (Sumbar).
Jenis dokumen SKAU (Surat Keterangan Asal Usul) istilah lama untuk dokumen ini. SAKR (Surat Angkutan Kayu Rakyat), dokumen yang umum digunakan pasca Undang undang Cipta Kerja untuk mengangkut dari hutan hak.
Fungsi, menyertai pengangkutan kayu dari lokasi penebangan hingga tujuan, menjadi dasar untuk verifikasi legalitas kayu. Peraturan terkait, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 30/Menhut-II/2012 menjadi dasar utama penggunaan SKAU/SAKR.
Sistim Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) juga merupakan sistim pelacakan yang digunakan untuk memastikan legalitas sumber kayu yang diperdagangkan.
Contoh aplikasi aturan, jika seseorang ingin mengangkut kayu dari hutan hak, ia harus memiliki SAKR. SAKR ini diterbitkan setelah pemiliknya bisa membuktikan kepemilikan lahan. Surat ini berlaku selama jangka waktu tertentu dan hanya untuk areal penebangan yang tertera di dalamnya.
Kalau diamati lebih dalam dan jujur menganalisanya. Nah, ini dia, aturan inilah yang menjadi "biang kerok" masyarakat setempat sudah berani dan leluasa melakukan penebangan kayu disembarangan tempat dalam lahan curam, terjal, kemeringan gundukan tanah bukit atau gunung cadas dan tanjakan tanah ekstrim.
Bermodalkan mesin gergajian jenis sinshaw dengan ukuran yang dapat ditenteng ke tengah hutan. Pelaku pembalakan kayu berbagai ukuran dan kelas kayu dapat dipastikan tak risau lagi memusnahkan hutan, yang katanya hutan hak rakyat, atau berkedok sebagai hutan adat palsu.
Pelaku pembalakan tak segan lagi menyatakan sebagai hutan hak yang dibuktikan dengan selembar surat jual/beli yang mengataskan penduduk setempat.
Cukup dengan sepucuk surat keterangan dari Kepala desa, atau Wali Nagari pelaku pembalakan sudah bisa membabat hutan kayu di pedesaan. Tak punya lahan hutan hak pun masyarakat setempat mudah diakali guna memperoleh sepucuk surat jual/beli palsu, menjelang kayu yang dibabat selesai.
Jadilah keluar kayu gergajian dengan mesin yang mudah digunakan untuk membelah/menebang kayu dikemiringan terjal yang ekstrim.
Kalau pelaku pembalakan mau berdalih, untuk angkutan kayu gergajian keluar dari lokasi pembalakan, mereka akan mengurus surat keterangan SKAU, atau aturan sekarang SAKR.
Tetapi, sangat diyakini Kepala desa, atau Wali Nagari cenderung "bermain mata" dengan pelaku pembalakan. Tentunya, surat keterangan kepemilikan lahan hutan hak yang seharusnya dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan, miris sekali Kepala desa, dan Wali Nagari untuk mempersoalkan sesuai aturan.
Justru itu, banjir bandang menerjang, kayu gelondongan seakan berdangsa meliak - liuk terbawa arus deras sungai "badarun" dengan kecepatan air banjir seperti anak panah lepas dari busur. Lalu, siapa yang mengawasi. Aparat Penegak Hukum (APH) setingkat Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa ?
Jenis hasil kayu olahan gergajian seperti ini cenderung ditampung masuk ke kios kayu disaat menjelang subuh/malam supaya mulus dari dugaan penangkapan di jalanan.
Politisi mengesahkan aturan ini di senayan, tapi rakyat di pedesaan menanggung ragam. Sebaiknya hapuskan aturan, SKAU/SAKR didalam Permenhut nomor 2 Tahun 2012 Tentang hutan hak.
(*).


