![]() |
| Momen kebersamaan penulis dengan Aiptu Tarmizi di Warung Kopi Manen, di sela obrolan penuh makna tentang ketulusan dan pengabdian. |
Padang, MP----- Di Warung Kopi Manen, aroma kopi dan gorengan selalu menemani pagi warga Kota Padang. Warung sederhana di sudut kota itu bukan sekadar tempat minum kopi, tapi juga ruang kecil tempat cerita kehidupan bergulir dari tawa, keluh kesah, hingga kisah penuh makna.
![]() |
| Suasana santai di warung kopi, Dubalang Kota Padang Dodi Sandra, Jurnalis Editorial Afridon, Pengendara Ojol, dan Manen pemilik Warung Kopi Manen. |
Pagi itu, suasana sedikit berbeda. Seorang tamu duduk santai di bangku panjang, menikmati kopi hitam tanpa gula. Dialah Aiptu Polisi Tarmizi, Kanit di Polsek Padang Barat. Di sela obrolan hangat bersama warga, ia berbagi kisah yang membuat seluruh isi warung terdiam sejenak kisah tentang tugas, kemanusiaan, dan balasan kebaikan yang tak terduga.
Beberapa tahun silam, Aiptu Tarmizi terlibat dalam sebuah peristiwa penjambretan di wilayah tugasnya. Saat itu, ia mendengar teriakan seorang ibu dan anaknya yang menjadi korban. Tanpa ragu, ia berlari mengejar pelaku hingga berhasil ditangkap. Namun amarah warga tak terbendung. Mereka memukul pelaku tanpa ampun.
Dengan tegas dan tenang, Aiptu Tarmizi melindungi sang penjambret dari amukan massa. “Biarkan hukum yang bicara,” katanya kala itu, menenangkan warga yang terbakar emosi.
Di kantor polisi, pelaku akhirnya mengaku. Ia seorang sopir angkot yang nekat menjambret karena butuh uang mendesak untuk biaya operasi istrinya yang tengah berjuang melahirkan bayi dengan lilitan tali pusar. Meskipun alasan itu menyayat hati, hukum tetap berjalan. Tapi di hati kecil Aiptu Tarmizi, tumbuh rasa iba dan doa agar pria itu bisa berubah.
Waktu berlalu.
Beberapa tahun kemudian, di sebuah rumah makan di Padang, Aiptu Tarmizi tengah santai usai makan. Seorang pria datang menghampiri, menawarinya rokok. Walau ia bukan perokok, ia menerimanya sekadar menghargai. Tak lama, pria itu pergi begitu saja. Saat hendak membayar, kasir mengatakan bahwa makanannya telah dibayar oleh pria yang tadi duduk bersamanya.
Aiptu Tarmizi sempat heran, apalagi ketika kasir menyerahkan bungkus rokok yang tertinggal di meja. Ia pun membawa rokok itu, lalu memberikannya kepada warga yang dikenal. Betapa terkejutnya mereka ketika menemukan lipatan uang pecahan seratus ribu rupiah di dalam bungkus rokok tersebut.
Beberapa waktu kemudian, misteri itu terungkap. Pria yang menawari rokok dan membayar makanannya ternyata adalah pelaku jambret yang dulu pernah ia tangkap. Dengan mata berkaca-kaca, pria itu menceritakan bahwa sejak hari itu hidupnya berubah. Ia berhenti melakukan kejahatan, kembali mengemudi angkot, dan bertekad hidup jujur.
“Saya tidak akan pernah lupa, Pak. Waktu itu Bapak selamatkan saya dari amukan warga. Kalau saya kasih uang langsung, pasti Bapak tidak mau. Jadi saya simpan di bungkus rokok,” ujarnya lirih.
Kisah itu membuat suasana Warung Kopi Manen pagi itu menjadi hening. Para pengunjung menatap Aiptu Tarmizi dengan haru. Dari balik secangkir kopi hangat, terselip pelajaran mendalam tentang arti ketulusan dan kebaikan hati.
“Berbuat baik dengan ikhlas, tanpa berharap balasan. Sebab balasan sejati akan datang dengan cara yang tak terduga,” ucap Dodi Sandra, Dubalang Kota Padang, yang turut mendengarkan kisah tersebut.
Warung Kopi Manen kembali ramai dengan obrolan ringan, tapi di hati para penikmat kopi pagi itu, satu hal terasa pasti — bahwa setiap kebaikan, sekecil apapun, tidak pernah sia-sia. (*)

