Penulis:Obral Chaniago
Banjir bandang Sumatera, memporak porandakan infrastruktur publik, puluhan jalan dan jembatan nasional putus, jutaan terdampak, ratusan ribu mengungsi, puluhan ribu dievakuasi, hampir seribuan orang meninggal, ratusan orang hilang dan luka-luka berat, sedang, ringan. Ratusan rumah penduduk hancur dan hanyut, serta ratusan ribu rumah rusak berat, sedang, ringan. Ratusan Kepala Keluarga (KK) kehilangan tempat tinggal. Ratusan fasilitas umum sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah mengalami kerusakan. Ratusan ribuan hektar lahan pertanian sawah rusak parah ladang/kebun hancur/gagal panen menanti data pasti. Puluhan triliun rupiah berbeda data informasi biaya pemulihan pasca bencana, tulis beberapa media mengabarkan.
Ditengah perdebatan sengit pejabat negara setingkat menteri dan politisi menyentil komoditas hutan dan peletarian lingkungan hidup hingga deforestasi, pembalakan liar kayu gelondong yang sampai di pantai laut Pulau Sumatera dan nyangkut di bantaran sungai sebagai pesan alam nan diam, "alam takambang jadi guru" bahwa kayu gelondongan hanyut ulah tangan manusia, atau seyogianya ada aturan Kemenhut yang perlu dicabut atas ketidaksesuaian dengan kondisi hutan dan status hutan, sekarang ?
Bahkan, komoditas perluasan perkebunan sawit ikut tergerus dalam perdebatan sengit ditingkat elit, yang tak habis-habisnya bagi kalangan profesional, akademik dan politisi tingkat nasional, seperti pepatah lama mengatakan, "perahu lalu kiambang bertaut" namun perluasan perkebunan sawit komersial semakin terbuka lebar. Ini respon Presiden Probowo Subianto tentang perkebunan sawit komersial, Prabowo Subianto seperti memberi pesan tegas, ibarat makan sibuah malakama tentang sawit. Menurut Presiden Prabowo Subianto menyatakan, bahwa indonesia mempunyai potensi alam unggulan, yakni komoditas kelapa sawit. "Kalau kita tergantung impor, kita enggak sanggup bayar nanti harga BBM. Sawit bisa jadi solar, bensin juga kita punya teknologinya", kata Prabowo di HUT Golkar ke 61 di Istora Senayan, Jakarta 5 Desember, tulis kompas.com.
Banjir Sumatera, Aceh, Sumut, dan Sumbar, bukan saja bencana, tapi menimbulkan perdebatan sengit ditingkat elit, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dan pejabat negara setingkat menteri, politisi, hingga Bupati Aceh Selatan, Mirwan, MS Umrah jadi sorotan publik, bahkan Presiden Prabowo Subianto menyentil Mirwan MS tanpa izin pergi Umrah.
Daerah terparah, rakyat yang terdampak menjerit terisolasi akses transportasi darat hilang konektivitas, harga sembako dan BBM melambung selangit.
Empat Bupati mengaku kelimpungan menangani darurat bencana alam, bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan bupati Aceh Tengah Haili Yoga, keempat orang bupati ini secara terbuka menyatakan, ketidaksanggupan menangani darurat bencana. Ini respon Tito Karnavian Kemendagri, "keempat bupati, bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka ditengah keterbatasan", dikutip kompas.com.
Bupati Aceh Selatan Mirwan MS jadi sorotan publik, adakah dosa bagi Mirwan MS ketika bencana alam menampar keras rakyatnya menimbulkan duka yang mendalam ? Ini respon Mirwan MS menyampaikan permohonan maaf usai berangkat umrah tanpa izin saat daerahnya dilanda bencana banjir dan longsor, dalam akun Medsosnya yang diunggah, Selasa 9 Desember, tulis bebera media.
(*)

